Laman

Jumat, 19 Oktober 2012

Analisis Kajian Burhani Terhadap Buku Teks Pelajaran PAI


Analisis Kajian Burhani Terhadap Buku Teks Pelajaran PAI
Secara konsep, kurikulum yang dikemas dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) memang telah memenuhi syarat sebagai pendukung pendidikan Islam itu sendiri. Ini dapat dilihat dari tidak adanya penyimpangan terhadap ajaran-ajaran Islam. Namun secara pragmatif aplikatif kurang mengenai sasaran. Hal ini dapat dilihat dari proses dan output pendidikan itu sendiri.
Secara subtantif yang paling ditekankan dari kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut adalah moralitas yang tinggi. Namun kenyataan yang ada di lapangan output Pendidikan yang telah menerima pendidikan yang terangkum dalam kurikulum PAI masih saja menunjukkan moralitas yang rendah. Sehingga pendidikan yang diharapkan mampu menjawab krisis moralitas yang telah mewabah ini hanya isapan jempol belaka.
Pertanyaan yang berlanjut, apa atau siapa yang salah. Tentunya menarik kalau permasalahan ini kita lihat dari sudut epistemologi burhani. Bahwa pembuatan kurikulum tersebut tidak melibatkan berbagai setting yang kelak justru sangat mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut antara lain: pertama, sumber-sumber kurikulum tersebut sudahkan memenuhi prasyarat yang diajukan pendidikan Islam secara umum yaitu berdasarkan al-Qur’an Hadist. Kedua; Manakah konsep kurikulum yang benar itu, dan apakah hal itu sudah kita ketahui. Ketiga, sifat dasar dari kurikulum tersebut apakah sudah diketahui pula. Apakah ada faktor lain yang benar-benar berada di luar konsep tersebut, dan kalau ada, apakah dapat didektesi dan diketahui. Ini adalah persoalan tentang apa yang kelihatan (phenomenia/appearance) versus hakikat (noumena/essence). Ketiga, Dari itu pertanyaan yang muncul apakah kurikulum yang dibuat itu sudah benar (valid)? Bagaimanakah kita dapat membedakan yang benar dari yang salah? Ini adalah persoalan mengkaji kebenaran atau verifikasi.
Dari permasalahan yang dikemas dalam analisa tersebut dapat kita tinjau dari aspek episteme burhani yang terangkum dalam empat metode yaitu:
a.   Observasi
Dalam menelaah aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam hal pertama yang kita lakukan adalah metode observasi. Pengertian mudahnya adalah tinjauan langsung secara pragmatis di lapangan. Penemuan yang dapat ditampilkan adalah bukti bahwa output dari sekolah-sekolah formal tidak bisa menjamin kebagusan akhlaq mereka. Hal ini kontras dengan konsep kurikulum teoritisnya.
a.   Eksperimen
Berbagai eksperimen dalam menerapkan kurikulum tersebut telah diupayakan namun hasil masih dibawah target. Fakta yang ada sering bergantinya kurikulum dan metode pembelajaran dalam sekolah formal ini adalah wujud dari eksperimen yang dilakukan untuk mengaplikasikan kurikulum terotis tersebut.
a.   Rasional
Secara rasional tentunya akan dianggap bagus konsep teoritis kurikulum Pendidikan agama Islam trsebut namun kesenjangan aplikasinya yang mengubah prediksi nalar pendidikan itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor kegagalan tentu ada penyebabnya. Sedang penyebab pasti ada yang membuat jelas hal ini membutuhkan alasan yang rasional.
a.   Al-Quran dan Al-Hadis
Secara teoritis pula konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam memang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Lagi-lagi pertanyaan yang muncul adalah aplikasi dari kurikulum ini sudahkah sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis atau justeru terjebak pada pendapat kelompok atau aliran tertentu sehingga terjadi kejumudan karena masuk berbagai kepentingan di dalamnya.
Menjawab dari hasil pengamatan melalui metode di atas akan ditemui skandal besar dalam pembuatan sekaligus aplikasi yang tidak sesuai dengan wacana teoritis kurikulum yang dirancang. Sehingga secara spesifik dapat dibagi dalam beberapa bidang yang mempengaruhi aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut, salah satu bidang yang paling mempengaruhi adalah bidang politik.
Unsur politik banyak mempengaruhi penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang berada pada sekolah-sekolah formal. Hal ini dikarenakan berbagai kelompok aliran keagamaan yang berada di Indonesia berusaha menanamkan dominasinya melalui jalur pendidikan. Ini terlihat dimana sering kali terjadi bargaining position antara penguasa dan tokoh aliran keagamaan tersebut. Yang pada ahirnya mempengaruhi kebijakan yang menyangkut penerapan kuriulum baik secara ilmu fiqh maupun ilmu kalamnya.
Sehingga dengan kebijakan-kebijakan yang lebih banyak memngutamakan ideologi kelompok bukan mencari kebenaran dari penyampaian kurikulum tersebut membuat proses pendidikan terabaikan. Keterabaian proses pendidikan ini ujung-ujungnya menimbulkan kemerosotan moral. Disinilah letak kesenjangan antara kurikulum dan aplikasinya dalam proses pembelajaran.

0 komentar:

Posting Komentar