Analisis
Kajian Burhani Terhadap Buku Teks Pelajaran PAI
Secara konsep,
kurikulum yang dikemas dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) memang telah memenuhi
syarat sebagai pendukung pendidikan Islam itu sendiri. Ini dapat dilihat dari tidak
adanya penyimpangan terhadap ajaran-ajaran Islam. Namun secara pragmatif
aplikatif kurang mengenai sasaran. Hal ini dapat dilihat dari proses dan output
pendidikan itu sendiri.
Secara subtantif
yang paling ditekankan dari kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut adalah
moralitas yang tinggi. Namun kenyataan yang ada di lapangan output Pendidikan
yang telah menerima pendidikan yang terangkum dalam kurikulum PAI masih saja
menunjukkan moralitas yang rendah. Sehingga pendidikan yang diharapkan mampu
menjawab krisis moralitas yang telah mewabah ini hanya isapan jempol belaka.
Pertanyaan yang
berlanjut, apa atau siapa yang salah. Tentunya menarik kalau permasalahan ini
kita lihat dari sudut epistemologi burhani. Bahwa pembuatan kurikulum tersebut
tidak melibatkan berbagai setting yang kelak justru sangat mempengaruhi
keberhasilan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut antara lain: pertama,
sumber-sumber kurikulum tersebut sudahkan memenuhi prasyarat yang diajukan
pendidikan Islam secara umum yaitu berdasarkan al-Qur’an Hadist. Kedua; Manakah
konsep kurikulum yang benar itu, dan apakah hal itu sudah kita ketahui. Ketiga,
sifat dasar dari kurikulum tersebut apakah sudah diketahui pula. Apakah ada
faktor lain yang benar-benar berada di luar konsep tersebut, dan kalau ada,
apakah dapat didektesi dan diketahui. Ini adalah persoalan tentang apa yang
kelihatan (phenomenia/appearance) versus hakikat (noumena/essence). Ketiga,
Dari itu pertanyaan yang muncul apakah kurikulum yang dibuat itu sudah benar
(valid)? Bagaimanakah kita dapat membedakan yang benar dari yang salah? Ini
adalah persoalan mengkaji kebenaran atau verifikasi.
Dari permasalahan
yang dikemas dalam analisa tersebut dapat kita tinjau dari aspek episteme
burhani yang terangkum dalam empat metode yaitu:
a. Observasi
Dalam menelaah
aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam hal pertama yang kita lakukan adalah
metode observasi. Pengertian mudahnya adalah tinjauan langsung secara pragmatis
di lapangan. Penemuan yang dapat ditampilkan adalah bukti bahwa output dari
sekolah-sekolah formal tidak bisa menjamin kebagusan akhlaq mereka. Hal ini
kontras dengan konsep kurikulum teoritisnya.
a. Eksperimen
Berbagai eksperimen
dalam menerapkan kurikulum tersebut telah diupayakan namun hasil masih dibawah
target. Fakta yang ada sering bergantinya kurikulum dan metode pembelajaran
dalam sekolah formal ini adalah wujud dari eksperimen yang dilakukan untuk mengaplikasikan
kurikulum terotis tersebut.
a. Rasional
Secara rasional
tentunya akan dianggap bagus konsep teoritis kurikulum Pendidikan agama Islam
trsebut namun kesenjangan aplikasinya yang mengubah prediksi nalar pendidikan
itu sendiri. Hal ini bisa terjadi karena berbagai faktor kegagalan tentu ada
penyebabnya. Sedang penyebab pasti ada yang membuat jelas hal ini membutuhkan
alasan yang rasional.
a. Al-Quran dan Al-Hadis
Secara teoritis
pula konsep kurikulum Pendidikan Agama Islam memang sesuai dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadis. Lagi-lagi pertanyaan yang muncul adalah aplikasi dari kurikulum ini
sudahkah sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis atau justeru terjebak pada
pendapat kelompok atau aliran tertentu sehingga terjadi kejumudan karena masuk
berbagai kepentingan di dalamnya.
Menjawab dari hasil
pengamatan melalui metode di atas akan ditemui skandal besar dalam pembuatan
sekaligus aplikasi yang tidak sesuai dengan wacana teoritis kurikulum yang
dirancang. Sehingga secara spesifik dapat dibagi dalam beberapa bidang yang
mempengaruhi aplikasi kurikulum Pendidikan Agama Islam tersebut, salah satu
bidang yang paling mempengaruhi adalah bidang politik.
Unsur politik
banyak mempengaruhi penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam yang berada pada
sekolah-sekolah formal. Hal ini dikarenakan berbagai kelompok aliran keagamaan
yang berada di Indonesia berusaha menanamkan dominasinya melalui jalur
pendidikan. Ini terlihat dimana sering kali terjadi bargaining position antara
penguasa dan tokoh aliran keagamaan tersebut. Yang pada ahirnya mempengaruhi
kebijakan yang menyangkut penerapan kuriulum baik secara ilmu fiqh maupun ilmu
kalamnya.
Sehingga dengan
kebijakan-kebijakan yang lebih banyak memngutamakan ideologi kelompok bukan
mencari kebenaran dari penyampaian kurikulum tersebut membuat proses pendidikan
terabaikan. Keterabaian proses pendidikan ini ujung-ujungnya menimbulkan
kemerosotan moral. Disinilah letak kesenjangan antara kurikulum dan aplikasinya
dalam proses pembelajaran.
0 komentar:
Posting Komentar