PENGERTIAN
PLURALISME
Pluralisme
berasal dari kata “plural” yang berarti kemajemukan atau keanekaragaman dan
“isme” yang berarti paham, jadi pluralism adalah paham kemajemukan. Dalam rangka
membentuk masyarakat beragama yang rukun dan damai, para ahli
banyak menekankan tentang pluralisme. Paham ini menitik beratkan pada aspek
persamaan, dimana semua agama itu sama.dalam artian banyak jalan
menuju surga.
Sebenarnya paham pluralism merupakan
paham yang sudah cukup lama. Paham
ini muncul bersamaan dengan modernisasi Negara-negara barat. Dengan kata lain paham ini pada awalnya muncul dari belahan dunia
barat,yakni Eropa. Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat
sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang
dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan
transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini
telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi
paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
Munculnya kedua aliran diatas juga
disebabkan oleh dua motif yang berbeda, meskipun keduanya muncul di Barat dan
menjadi tumpuan perhatian masyarakat Barat. Bagi aliran pertama yang umumnya
diwarnai oleh kajian sosiologis motif terpentingnya adalah karena tuntutan
modernisasi dan globalisasi. Karena pentingnya agama di era globalisasi ini
maka hubungan globalisasi dan agama menjadi tema sentral dalam sosiologi agama.
Nampaknya agama dianggap sebagai kendala bagi program
globalisasi. Tidak aneh jika kini seminar tentang dialog antar agama, global
ethic, religious dialogue yang diadakan oleh World Council of Religions dan
lembaga lain sangat marak diseluruh dunia. Organisasi non pemerintah (NGO) di
dunia ketiga pun mendapat kucuran dana dengan mudah. Bukti bahwa Barat
berkepentingan dengan paham ini dapat dilihat dari tema yang diangkat jurnal
rintisan oleh Zwemmer The Muslim World pada edisi terkininya (volume 94
No.3, tahun 2004). Jurnal missionaris itu menurunkan tema pluralisme agama
dengan fokus dialog Islam Kristen. Sudah tentu disitu framework Barat sangat
dominan.
Berbeda dari motif aliran pertama yang diwarnai pendekatan
sosiologis, motif aliran kedua yang didominasi oleh pendekatan filosofis dan
teologis Barat justru kebalikan dari motif aliran pertama. Kalangan filosof dan
teolog justru menolak arus modernisasi dan globalisasi yang cenderung
mengetepikan agama itu dengan berusaha mempertahankan tradisi yang terdapat
dalam agama-agama itu. Yang pertama memakai pendekatan sosiologis, sedangkan
yang kedua memakai pendekatan religious filosofis.
Solusi yang ditawarkan kedua aliran inipun berbeda.
Berdasarkan motif sosiologis yang mengusung program globalisasi, aliran pertama
menawarkan konsep dunia yang tanpa batas geografis cultural, ideologis,
teologis, kepercayaan dan lain-lain. Artinya identitas kultural, kepercayaan
dan agama harus dilebur atau disesuaikan dengan zaman modern. Kelompok ini
yakin bahwa agama-agama itu berevolusi dan nanti akan saling mendekat yang pada
akhirnya tidak akan ada lagi perbedaan antara satu agama dengan lainnya.
Agama-agama itu kemudian akan melebur menjadi satu. Berdasarkan asumsi itu maka
John Hick, salah satu tokoh terpentingnya, segera memperkenalkan konsep
pluralisme agama dengan gagasannya yang ia sebut global theology. Selain Hick
diantara tokohnya yang terkenal adalah Wilfred Cantwell Smith, pendiri McGill
Islamic Studies. Tokoh-tokoh lain dapat dilihat dari karya Hick berjudul Problems of Religious Pluralism. Pada
halaman dedikasi buku ini John Hick menulis yang terjemahannya begini: Kepada
kawan-kawan yang merupakan nabi-nabi pluralisme agama dalam berbagai tradisi
mereka: Masau Abe dalam agama Buddha, Hasan Askari dalam Islam, Ramchandra
Gandhi dalam agama Hindu, Kushdeva Singh dalam agama Sikh, Wilfred Cantwell Smith
dalam agama Kristen dan Leo Trepp dalam agama Yahudi.
Solusi yang ditawarkan oleh aliran kedua adalah
pendekatan religious filosofis dan membela eksistensi agama-agama. Bagi
kelompok ini agama tidak bisa di rubah begitu saja dengan mengikuti zaman globalisasi,
zaman modern ataupun post-modern yang telah meminggirkan agama itu.Kelompok ini
lalu memperkenalkan pendekatan tradisional dan mengangkat konsep-konsep yang
diambil secara paralel dari tradisi agama-agama. Salah satu konsep utama
kelompok ini adalah konsep sophia perrenis atau dalam bahasa Hindu disebut
Sanata Dharma. Konsep ini mengandung pandangan bahwa di dalam setiap agama
terdapat tradisi-tradisi sakral yang perlu dihidupkan dan dipelihara secara
adil, tanpa menganggap salah satunya lebih superior dari pada yang lain. Agama
bagi aliran ini adalah bagaikan jalan-jalan yang mengantarkan ke puncak yang
sama.
trimakasih ats penjelasannya.......
BalasHapus