Prinsip-Prinsip Pokok Good and Clean Governance
Lembaga administrasi Negara (LAN)
merumuskan sembilan aspek fundamental dalam good governance harus diperhatikan
yaitu:
1.
Partisipasi
(participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan
sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasrkan prinsip demokrasi yaitu
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2.
Penegakan Hukum (rule
of law)
Partisipasi
masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan public
memerlukan system dan aturan-aturan hokum. Tanpa ditopang oleh sebuah aturan
hokum dan penegakannya secara konsekuen, partisipasi public dapat berubah
menjadi tindakan public yang anarkis.
Santosa menegaskan, bahwa proses
mewujudkan cita good governance, harus diimbangi dengan komitmen untuk
menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain:
a. Supremasi
Hukum(The supremacy of law)
b. Kepastian
Hukum
c. Hukum
yang responsive
d. Penegakkan
hokum yang konsisten dan non-diskriminatif
e. Independensi
Peradilan
3.
Transparansi
(Transparancy)
Transparansi adalah
unsure lain yang menopang terwujudnya good governance yang akan menghasilkan
pemerintah yang bersih (clean governance). Akibat tidak adanya prinsip
transparansi ini, menurut banyak ahli, Indoneia telah terjerambab kedalam
kubangan korupsi yang berkepanjangan dan parah.
4.
Responsif
(Responsive)
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus
memahami kebutuhan masyarakatnya, yang menunggu mereka menyampaikan
keinginan-keinginannya, tetapi mereka secara proaktif mempelajari dan
menganalisa kebutuhan-kebutuhan masyarakat, untuk kemudian melahirkan berbagai
kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
Sesuai dengan
asas responsive, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika
individual dan etika social. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana
birokrasi pemerintah agar memiliki criteria kapabilitas dan loyalitas
professional. Sedangkan etika social menuntut mereka agar memiliki sensitifitas
terhadap berbagai kebutuhn public.
Dalam upaya
mewujudkan asas refonsif sebagai asas fundamental menuju tatanan good
governance, pemerintah harus melakukan upaya-upaya strategis dalam memberikan
perlakuan yang humanis pada kelompok-kelompok marginal tersebut.
5.
Konsensus
(consensus)
Asas ini menyatakan bahwa keputusan
apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui consensus. Model
pengambilan keputusan tersebur, selain dapat memuaskan semua pihak atau
sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik
bersama sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coersive power) bagi semua
komponen yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Untuk meningkatkan dinamika dan menjaga
akuntabilitas dari proses pengelolaan tugas-tugas pemerintahan, dalam
pengambilan berbagai kebijakan, jajaran birokrasi pemerintah harus
mengembangkan beberapa sikap antara lain:
a. Optimistik
b. Keberanian
c. Keadilan
yang berwatak kemurahan hati
6. Kesehatan
(Equity)
Terkait asas consensus, transparansi dan
responsive, clean and goog governance juga harus didukung dengan asas
kesetaraan (equity), yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan.
7.
Efektivitas
(effectivenss) dan Efisiensi (efficiency)
Konsep effektivitas dalam sector
kegiatan-kegiatan public memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam
pelaksanaan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat public maupun
partisipasi masyarakat, dan kedua, efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu
memberikan kesejahteraan pada sebesar-besarnya kelompok dan lapisan social.
8.
Akuntabilitas
(accountability)
Akuntabilitas adalah pertanggung jawaban
jabatan buplik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk kepentingan
mereka. Secara teoritik,
Akuntabilitas menyangkut dua dimensi, yakni akuntabiitas vertical dan
akuntabilitas horizontal. Akuntabilitas vertical menyangkut hubungan antara
pemegang kekuasaan dengan rakyatnya, antara pemerintah dengan warganya. Akuntabilitas
horizontal adalah pertanggung jawaban pemegang jabatan public pada lembaga yang
setara, seperti Gubernur dengan DPRD tingkat I, Bupati dengan DPRD tingkat II,
dan Presiden dengan DPR pusat, yang pelaksanaannya bisa dilakukan oleh para
mentri sebagai pembantu Presiden.
9.
Visi Strategis
(strategic vision)
Visi strategis
adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang.
Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan good governance,
karena perubahan dunia dengan kemajuan tekhnologinya yang begitu cepat. Dengan
kata lain, kebijakan apapn yang akan diambil saat ini, harus diperhitungkan
akibatnya pada sepuluh atau duapuluh tahunkedepan.
Selain
itu ada tiga pilar pokok yang mendukung kemampuan suatu bangsa dalam
melaksanakan good governance, yakni:
1.
pemerintah (the state),
2.
civil society (masyarakat adab, masyarakat madani,
masyarakat sipil), dan
3.
pasar atau dunia usaha.
Penyelenggaraan
pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab baru tercapai apabila dalam
penerapan otoritas politik, ekonomi dan administrasi ketiga unsur tersebut
memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan sinerjik. Interaksi dan
kemitraan seperti itu biasanya baru dapat berkembang subur bila ada kepercayaan
(trust), transparansi, partisipasi, serta tata aturan yang jelas dan pasti,
Good governance yang sehat juga akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang
berwibawa dan memiliki visi yang jelas.
Terima kasih telah menguraikan materi ini..
BalasHapusJelaskan 9 prinsip tadi di arahkan pembicaraannya kepada prinsip pemerintahan desa
BalasHapusJelaskan 9 prinsip tadi di arahkan pembicaraannya kepada prinsip pemerintahan desa
BalasHapus