DEFINISI KORUPSI
I.
DEFINISI KORUPSI
MENURUT PERSPEKTIF HUKUM
Menurut
perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13
buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan
pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana
korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan
yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak
pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.
Kerugian keuangan negara
2.
Suap-menyuap
3.
Penggelapan dalam jabatan
4.
Pemerasan
5.
Perbuatan curang
6.
Benturan kepentingan dalam pengadaan
7.
Gratifikasi
Selain
bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang sudah dijelaskan diatas, masih ada
tindak pidana lain yang yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang tertuang
pada UU No.31 Tahun 1999, UU No. 20 Tahun 2001. Jenis tindak pidana yang
berkaitan dengan tindak pidana korupsi itu adalah:
1. Merintangi proses pemeriksaan perkara
korupsi
2. Tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar
3. Bank
yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
4. Saksi
atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
5. Orang
yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau
memberikan
keterangan palsu
6. Saksi
yang membuka identitas pelapor
II. DEFINISI KORUPSI MENURUT WIKIPEDIA INDONESIA
Definisi korupsi (bahasa Latin: corruptio
dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik,
menyogok) menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik,
baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan
tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar mencakup unsur-unsur sbb:
- perbuatan melawan hukum;
- penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau
sarana;
- memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi;
- merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara;
Selain itu
terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
- memberi atau menerima hadiah atau janji
(penyuapan);
- penggelapan dalam jabatan;
- pemerasan dalam jabatan;
- ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai
negeri/penyelenggara negara);
- menerima gratifikasi (bagi
pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang
luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi
adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri,
di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang
muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal
seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu
sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini
dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan
kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari
negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi
atau tidak. Sebagai
contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga
yang tidak legal di tempat lain.
III.
DEFINISI KORUPSI MENURUT PARA AHLI
Istilah
korupsi berasal dari bahasa latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang
berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Ada beberapa pendapat para ahli, yaitu :
a. Menurut Transparency International
Korupsi
adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya.
b. Menurut Mohtar Mas’oed (1994)
Mendefinisikan
korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari kewajiban formal suatu jabatan
publik karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau status bagi
diri sendiri, keluarga dekat atau klik. Tindak korupsi umumnya merupakan
transaksi dua pihak, yaitu pihak yang menduduki jabatan publik dan pihak yang
bertindak sebagai pribadi swasta. Tindakan yang disebut korupsi adalah
transaksi dimana satu pihak memberikan sesuatu yang berharga (uang atau aset
lain yang bersifat langgeng seperti hubungan keluarga atau persahabatan) untuk
memperoleh imbalan berupa pengaruh atas keputusan-keputusan pemerintahan.
c. Menurut Alfiler (1986)
Secara
khusus merumuskan apa yang disebut sebagai korupsi birokrasi (bureaucratic
corruption) sebagai suatu perilaku yang dirancang yang sesungguhnya merupakan
suatu perilaku yang menyimpang dari norma-norma yang diharapkan yang sengaja
dilakukan untuk mendapatkan imbalan material atau penghargaan lainnya.
d. Menurut Syed Husein Alatas (1986)
Yang termasuk dalam pengertian korupsi adalah :
·
Apabila seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh
seseorang dengan maksud mempengaruhinya agar memberi perhatian istimewa pada
kepentingan-kepentingan si pemberi (disebut menyogok atau bribery)
·
Pemerasan, yakni permintaan pemberian atau hadiah dalam pelaksanaan
tugas-tugas publik (graft)
·
Pejabat yang menggunakan dana publik bagi keuntungan mereka sendiri
·
Pengangkatan sanak saudara atau famili (nepotisme), teman-teman atau rekan
politik (kronisme) pada jabatan-jabatan publik tanpa memandang jasa mereka
maupun konsekuensinya pada kesejahteraan publik atau disebut nepotisme.
0 komentar:
Posting Komentar